Kamis, 29 Desember 2011

CATATAN DARI SUMBAWA


Daerah Kabupaten Sumbawa secara geografis memiliki wilayah yang sangat unik, di satu sisi wilayah ini merupakan wilayah yang berada di dataran rendah (pesisir), di sisi lain juga berada di wilayah perbukitan (dataran tinggi). Dari karakter geografis semacam ini, masyarakat sumbawa cenderung bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani. Tanah di Kabupaten Sumbawa memang seolah bukanlah merupakan tanah yang subur, karena ketinggian pegunungan di wilayah ini sangat mempengaruhi curah hujan yang ada. Dalam satu tahun biasanya musim hujan hanya berlangsung selama lima bulan, yaitu dari bulan Nopember sampai dengan Maret. Setelah dibangunnya beberapa waduk dan dam-dam, maka yang dulunya Kabupaten ini merupakan sawah tadah hujan sekarang mampu menjadi salah satu lumbung beras nasional. Selain penghasil padi, pada dataran tingginya daerah ini juga banyak menghasilkan kayu sepang, jati, rotan, madu, dan menjangan. Disamping itu sejak dulu kala kabupaten ini diketahui memiliki kekayaan mineral dan bahan tambang. Terbukti sampai sekarang banyak pertambangan yang beroperasi di wilayah ini.
Kabupaten Sumbawa yang memiliki sebutan asli Tana Samawa, memiliki wilayah yang sangat luas dibanding dengan wilayah kabupaten lain di Nusa Tenggara Barat. Posisi Tana Samawa ini terletak pada 116°,42’ - 118°,22’ Bujur Timur dan 08°, 08’ - 09°, 07’ Lintang Selatan. Kabupaten ini terbagi atas 19 Kecamatan, yang terdiri dari 154 Desa dan 8 Kelurahan. Selain itu wilayah kabupaten ini berbatasan dengan sebelah Utara berbatasan dengan  Laut Flores, sebelah Timur dengan Kabupaten Dompu, sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia, sebelah Barat dengan Selat Alas.
Secara khusus masyarakat di Kabupaten ini tidak didominasi oleh satu suku, melainkan terdiri dari berbagai macam suku. Dalam perjalanan sejarah sangatlah sulit melacak penduduk aslinya, sebab penduduk di Sumbawa ini berasal dari berbagai daerah. Tana Samawa yang pada saat itu konon sangat terbuka dan memiliki berbagai kekayaan, mendorong adanya perpindahan penduduk dari berbagai daerah. Perkiraan adanya perpindahan penduduk ini berlangsung jauh sebelum zaman kerajaan Sriwijaya, dilakukan oleh para pedagang, nelayan, petani, kiyai, dan sebagainya yang berasal dari berbagai daerah, yaitu: semenanjung Melayu, Aceh, Minang, Banten, Banjar, Jawa, dan Sulawesi. Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah pelabuhan yang sampai saat ini ada di sepanjang pesisir Sumbawa. Sampai pada suatu saat ditemukan berbagai kerajaan yang pernah ada di Kabupaten ini, diantaranya:
1.       Kerajaan Dewa Mas Kuning di daerah Selesek, sekitar Leben
2.       Kerajaan Datu Naga di Petonang, Ropang
3.       Kerajaan Ai Renung, di Batu Tereng, Moyohulu
4.       Kerajaan Dewa Awan Kuning di Sampar Samulan, Batu Tereng Moyohulu
5.       Kerajaan Perumpak di dekat Pernek, Moyohulu
6.       Kerajaan Gunung Setia di sekitar Kebayan, Sumbawa Besar
7.       Kerajaan Gunung Galesa di Olat Poq, Moyohilir
8.       Kerajaan Tangko di dekat Ongko, Empang
9.       Kerajaan Kolong di Brang Kolong
10.   Kerajaan Ngali dekat Labuhan Kures, Lape
11.   Kerajaan Dongan di Pungket, lape
12.   Kerajaan Hutan di Utan
13.   Kerajaan Seren, Seteluk
14.   Kerajaan Taliwang di Taliwang
15.   Kerajaan Jereweh di Jereweh
Kondisi semacam ini membuat masyarakat tana samawa memiliki keragaman adat, budaya, ataupun bahasa yang relatif unik dan berbeda antara satu enik dengan enik yang lainnya. Pada tataran implementasinya masing-masing masyarakat wilayah tertentu menggunakan adat, budaya atau bahasa sehari-hari yang berlaku untuk kepentingan berinteraksi dengan komunitasnya. Sementara bila mereka berinteraksi dengan etik lain, kecenderungan bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, karena semua orang Samawa sangat menguasai bahasa Ini. Namun demikian walaupun mereka memiliki ragam adat, budaya, dan bahasa yang berbeda, tetap memiliki wawasan budaya yang sangat tinggi sehingga dalam pergaulannya, masing-masing mengutamakan sikap menghargai antara satu dan lainnya.
Mayoritas masyarakat Sumbawa menganut agama Islam. Dalam hubungannya dengan agama lainnya menunjukan sikap yang sangat toleransi. Selain menganut ajaran agama Islam masyarakat Samawa sangat menghargai nilai-nilai luhur budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Berbagai upacara/ritual dan nilai-nilai budaya yang sejak dulu ditaati atau dipatuhi oleh leluhurnya sampai saat ini masih juga tampak dihormati dan ditaati. Sampai-sampai dalam upaya membangun daerahnya, pemerintah mencoba mengakumulasikan sebuah konsep nilai budaya yang dimiliki sebagai karakter masyarakatnya, yaitu semboyan: ‘Sambalong Samalewa’ . Semboyan ini memiliki makna bahwa dalam mengarungi kehidupan ini masyarakat Samawa harus berorientasi pada  konsep keseimbangan hidup, yaitu hidup di dunia dan akhirat.

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.